Rabu, 21 September 2016

PRINSIP HOSPITALITY ADALAH KUNCI UTAMA DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN TERHADAP TAMU


          Perkembangan industri perhotelan semakin pesat di Indonesia. Bukan hanya karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki cukup banyak destinasi wisata yang menarik, namun juga karena kerja sama Indonesia dengan investor-investor dari luar yang tertarik untuk menanamkan modal/saham mereka dengan tujuan yang sama yaitu saling menguntungkan kedua belah pihak. Hal inilah yang mendorong industri perhotelan Indonesia yang terus berkembang. Mulai dari akomodasi sederhana seperti : villa, cottage, resort, hotel biasa hingga hotel berbintang.

       Namun sayangnya, semakin tinggi tingkatan/level suatu hotel tidak menjamin kualitas pelayanan dari hotel itu sendiri. Hal ini terbukti dari banyaknya kasus yang terjadi di hotel-hotel ternama. Mulai dari kasus ringan seperti komplain dari tamu terhadap staff hotel hingga kasus yang berhubungan dengan pihak yang berwenang atau kriminalitas.


          Salah satunya adalah permasalahan yang baru-baru ini sedang marak diperbincangkan yaitu kasus yang dialami oleh Gilang Lazuardi, tamu yang menginap di Grand Hyatt Nusa Dua Bali, salah satu hotel ternama yang berada di Pulau Bali. Sebagai hotel bintang lima, hotel Grand Hyatt Nusa Dua Bali tidak memberi pelayanan sesuai tarafnya. Pelayanan terhadap tamu buruk dan mengecewakan.

          Pada 2 Mei 2016, tamu melakukan check in di hotel Grand Hyatt Nusa Dua. Beliau bersama istri, dua anak yang masih balita (umur 1 dan 2 tahun), dan dua baby sitter memesan satu kamar grand deluxe plus extra bed dan langsung membayar kamar seharga Rp 2 jutaan.

      Setelah masuk kamar, tiba-tiba pihak hotel bernama Agus dan Deny menghubungi dan mengatakan bahwa tamu tidak bisa berada dalam kamar ber-enam, maksimal 4 orang. Alasan hotel adalah soal keamanan.

          Tamu kemudian menyatakan bahwa mereka ber enam termasuk dua baby sitter dan kedua bayi mereka yang masih berumur 1 dan 2 tahun, jadi masih perlu bantuan 2 baby sitter untuk menjaga kedua bayi mereka dan tidak bisa dipisah kamar karena kehadiran 2 baby sitter sangat diperlukan untuk ikut membantu menjaga dua bayi.

           Namun pihak hotel tidak mau menerima alasan kami dan meminta agar kami tetap pisah kamar dengan alasan keamanan. Pihak hotel tidak mau menerima alasan bahwa kehadiran 2 baby sitter sangat perlu di kamar kami, tidak bisa baby sitter berada di kamar lain terpisah dari 2 bayi kami.

          Karena merasa tidak nyaman dan untuk menyelesaikan persoalan ini, pihak tamu kemudian mendatangi bagian receptionist hotel dan meminta agar dibuka dua kamar, tapi mereka tetap akan pakai satu kamar saja karena memang tidak bisa dipisah kamarnya. Namun pihak hotel tetap tidak memperbolehkan dan pihak manager security sempat menawarkan kamar yang connecting door.

          Karena tidak menemukan solusi, Tamu sempat marah dan merekam kejadian tersebut dengan ancaman akan menyebarkan masalah tersebut secara online agar diketahui oleh publik. Kejadian semakin memanas saat tamu dipertemukan dengan security dan meminta GM (General Manager) untuk turut menyelesaikan kasus ini. Walaupun pada akhirnya tamu memutuskan tidak jadi menginap di hotel Grand Hyatt Nusa Dua dan memilih untuk mencari hotel lain meski sudah membayar kamar dan sudah terlanjur kecewa. Pihak hotel mengaku akan mengembalikan uang pembayaran kamar tapi sampai kini belum direfund.

          "Saya kecewa dengan pelayanan hotel Grand Hyatt Nusa Dua. Saya merasa "diusir" dari hotel. Sebagai hotel bintang lima seharusnya hotel ini bisa memberi solusi yang manusiawi terhadap saya dan keluarga kecil saya. Bukan aturan yang kaku tanpa memperhatikan kondisi saya dan keluarga kecil saya. Semoga tidak terjadi lagi pada tamu yang lain" Ungkap Gilang, tamu yang menginap di Hotel Grand Hyatt, Bali.

          Berikut adalah cuplikan video dari kasus Grand Hyatt yang sempat direkam oleh tamu saat melakukan komplain atas ketidaknyamanan yang dirasakan.





          Dari berita di atas, banyak netizen yang berpihak pada hotel. Mereka menganggap bahwa pihak hotel tidak salah dalam menjalankan prosedur tersebut. Justru pihak tamulah yang kurang jeli dan tidak menjalankan  peraturan yang tertera. Mereka juga menilai bahwa sikap tamu yang merekam kejadian tersebut dan mengunggahnya di media sosial adalah kesalahan besar dan hanya menimbulkan kontroversi dan pencemaran nama baik hotel. Namun tidak sedikit juga netizen yang berpihak pada tamu. Mereka menganggap bahwa cara staff hotel memperlakukan tamu yang kurang baik serta tidak ramah sehingga menimbulkan emosi dari tamu walaupun pihak hotel hanya menjalankan prosedur yang berlaku. Seperti dua staff hotel yang 'mengusir' dan mengganggu waktu istirahat si tamu. Dari kedua opini di atas menimbulkan pro dan kontra terhadap masing-masing pihak.

          Menurut saya, dalam kasus ini sebenarnya kedua pihak tidak dapat disalahkan maupun dibenarkan. Karena masing-masing memiliki kesalahan. Sebelum kita meninjau lebih, kita harus ingat kembali bahwa "pembeli adalah raja". Maka dalam hal ini, tamu adalah raja. Di mana staff hotel adalah pelayan yang harus memuaskan sang raja. Sehingga walaupun tamu komplain dan melakukan kesalahan. Sebagai staff kita tetap harus menjalankan prosedur yang berlaku dengan tanpa mengecewakan tamu terhadap pelayanan yang diberikan. Sebagai insan pariwisata, kita tetap harus menjalankan tugas berdasarkan pada prinsip hospitality. Di mana kita dituntut untuk bersikap ramah-tamah, sehingga dapat menambah kepuasan tamu terhadap pelayanan yang kita berikan karena sesungguhnya pelayanan itulah yang merupakan salah satu hal yang paling dicari dalam industri hospitaity.

sebagai insan pariwisata, kita dituntut untuk selalu menjalankan tugas berdasrkan pada prinsip hospitality

1 komentar:

  1. sangat setuju. pembeli adalah raja. saya pikir pimpinan hrs py keluwesan dalam menghadapi masalah seperti itu. citra hotel hrs selalu dijaga. nila setitik tumpah susu sebelanga

    BalasHapus